Mayoritas orang Indonesia itu tidak memahami perkembangan otak anak,
hal itu mengakibatkan para ortu salah mengasuh dan para guru salah
mendidik. Dan apa akibatnya dari salah-salah itu?
Kita bisa lihat orang tua yang seharusnya sudah dewasa bertingkah spt seperti. Banyak. Contoh gampangnya anggota DPR kita Yang Trehormat. Tingkahnya persis
anak TK. Kerja nggak bener tapi minta imbalan lebih, nggak dikasih ma
rakyat malah ngelunjak.
Contoh ke-2, kita lebih banyak mencetak insan2 bermental pegawai
bukan visioner, bukan pakar/ahli dibidang masing2, bukan orang2 yang
bermental pengusaha pembuka lowongan kerja. Rakyat Indonesia tidak suka
mengambil resiko kegagalan, pilih jd pegawai karena tenang mendapat gaji
bulanan tapi ketika di PHK kelabakan nggak punya keterampilan.
Contoh ke-3, kita terbiasa mengapresiasi rangking teratas (5/10
besar), nilai sempurna (80-100) kita jarang mengapresiasi kerja keras
mereka dalam belajar. Padahal ada anak yang sudah belajar mati-matian tapi
mereka tetep ndak dapat nilai bagus ndak dapet rangking karena kemampuan mereka
tidak sama dan bakat mereka pun beda-beda. Akibatnya? ketika UN sekolah
melakukan kecurangan diamini oleh ortu (sudah sering terjadi bukan?)
Kalau anak-anak
kita terbiasa dihargai kerja kerasnya bukan angka atau nilainya semata,
mereka pasti menolak disuruh curang, karena mereka PD dengan hasil usaha
belajarnya sendiri, tapi nyatanya…..??? buanyakkk anak2 itu yang melaksanakan
perintah memalukan itu. Dan kita sekarang pun memiliki pahlawan cilik
kejujuran segala.
Para ahli otak di dunia termasuk di Indonesia semacam Indonesian
Neuroscience Society sudah lama melakukan penelitian bahwa: otak anak-anak itu
belum berkembang sempurna (matang) hingga dia berusia 20-25th! Setelah
sempurna baru mereka dianggap yang namanya “Dewasa”. Bayangkan!
Otak kita dibagi 3: batang otak (diatas leher), limbik (kepala bg
belakang), dan pre frontal cortex/PFC (kepala bag depan/di jidat).
Perkembangan ketiganya itu pun sesuai dengsn urutan diatas. Jadi PFC itulah
yg terakhir berkembang dengan sempurna dan yang menandakan seseorang menjadi
dewasa.
Kita pasti sdh familiar dengan kisah Rosulallah yang ketika mengimami
sholat beliau sujudnya lamaaaa sekali. Lalu para sahabat bertanya:
“kenapa lama? apakah Rosulallah sedang menerima wahyu dari Allah SWT?”
Rosul menjawab :”tidak, cucuku tadi menaiki punggungku”. Jadi beliau
menunggu sampai cucunya turun dari punggungnya. Beliau tidak memberi isyarat pada cucunya untuk turun. Tak seperti kita, kalau kita paling dicubit itu anak
hahaha.. benar bukan?
Apa yg kita petik dari kisah diatas? Rosul lebih
mementingkan/mendahulukan cucunya yg sedang bermain2 ketimbang
ibadahnya! Subhanallah…! Dan apa hubungan kisah diatas dengan perkembangan otak?
Sambungan otak anak-anak itu belum sempurna, otak mereka baru siap
menerima hal-hal kognitif pada usia 7-8 th. Sebelum usia itu, dunia mereka
yang pantas adalah hanya bermain, bermain dan bermain. Dan mereka PUN
tidak boleh DIMARAHI. Allahuakbar! Sebelum ada ahli otak yang meneliti,
Rosulallah sudah menerapkan hal itu pada cucunya! Lalu apa akibatnya kalau masa-masa usia bermain mereka direnggut untuk
belajar hal-hal yang kognitif? –> Dewasanya kelak mereka bertingkah seperti
anak kecil: suka mengurung burung demi kesenangannya sendiri, sakit-sakitan
karena ingin diperhatikan orang-orang sekitarnya, seperti anggota DPR yang saya
tuliskan di atas, korupsi demi kepentingan diri
sendiri/keluarga/golongan dan tidak merasa bersalah malah ngeles terus di
pengadilan, dan sikap kekanak2an lainnya.
Kalau kita ingin membuktikannya, ada ciri-ciri yang mudah kita lihat
bahwa perkembangan otak anak-anak belum siap untuk menerima hal2 kognitif :
(1) ketika kita membacakannya sebuah cerita/dongeng mereka akan
meminta kita mengulanginya lagi, lagi dan lagi. Kita yang tua sampai bosen
tapi dia tak pernah bosen mendengar cerita kesukaannya itu diulang-ulang
berkali-kali berhari-hari.
(2) mereka yang antusias belajar membaca lalu bisa, tapi mereka tidak paham dengan apa yang mereka baca.
(2) mereka yang antusias belajar membaca lalu bisa, tapi mereka tidak paham dengan apa yang mereka baca.
Silahkan dipraktikkan.
Kalau mereka hari ini minta dibacakan cerita A besok minta cerita B
besoknya lagi C esok lagi D dan kalau mereka sudah paham dengan apa yang
dibacakan, artinya otak mereka sudah siap menerima hal2 yang kognitif.
Lalu apa yg seharusnya kita ajarkan pada mereka (0-7/8 th)?
1. JANGAN DIMARAHI
2. TIDAK DIAJARKAN MEMBACA, MENULIS, MENGHITUNG.
3. Bermain role play; memahami bahasa tubuh, suara dan wajah; berbagi
hal yang memberikan pengalaman emosional, field trip, mendengarkan musik,
mendengarkan dongeng,
4. Bahkan, anak usia 0-12 th pengasuhan dan pendidikannya ditujukan untuk membangun emosi yang tepat, empati, (mood & feeling)
Jadi, aturan pemerintah tentang usia masuk SD harus minimal 7 th itu bukan tanpa alasan.
Tentu boleh-boleh saja menyelipkan angka dan huruf, tapi tidak belajar membaca dan menulis dan menghitung. Mudah nangkep & ingatannya tajam atau tidak bukanlah ukurannya.
Bagaimana dengan tidak mengajarkan anak calistung diusia emas
diartikan kita memanjakan anak? wong dia belum bisa mikir itu sudah
waktunya dipelajari atau belum Usia emas itu jualannya susu Formula Pak..
Usia emas semestinya kita artikan sebagai masa-masa tumbuh kembang anak yang
paling pas untuk kita tanamkan budi pekerti dan akhlak yg mulia.
Slogan TK: bermain sambil belajar, belajar seraya bemain JANGAN diartikan dengan BELAJAR calistung.
Para peneliti otak diseluruh dunia sepakat bahwa PFC seorang anak
belum siap untuk dijejalkan hal-hal yang kognitif. Apa akibat dari pemaksaan
terhadap hal-hal kognitif?
- membuat anak tidak mampu menunjukkan emosi yang tepat.
- kendali emosi (intra personalnya terganggu)
- sulit menunjukkan empati.
Sudah banyak ortu yang mengeluhkan: anak-anaknya ketika masih usia dini
sangat antuasias belajar CALISTUNG lalu ortunya merespon dengan
memberikan porsi lebih banyak entah mengajari sendiri secara intensif
atau memasukkannya ke les-les calistung daaannnn ujung-ujungnya datang pada satu
masa anak-anak itu bosan lalu akhirnya mogok belajar mogok sekolah. mereka
menjadi malas. Itu terjadi karena otaknya yang terforsir sudah kelelahan.
Bahkan ada yang saat mau ujian malahan blank, nggak bisa mikir sama
sekali.
Tenang, Pak… kita hanya perlu waktu 3 bulan untuk melatih seorang
anak bisa metematika, namun diperlukan waktu lebih dari 15 tahun untuk
bisa membuat seorang anak mampu berempati, peduli teman dan lingkungan
serta memiliki karakter yang mulia untuk bisa menciptakan kehidupan yang
lebih baik. Ini sudah terbukti.
Disadur dari Tulisan Yani Widianto, http://yani.widianto.com/2012/03/13/mengapa-anak-tk-tak-boleh-diajari-calistung/