Thursday, July 16, 2015

hitsuke.blogspot.com

MUDIK... [antara] Silaturahmi dan Ajang Pamer



Sepanjang pengamatan saya dalam diam, telah terjadi pergeseran makna terhadap tradisi “MUDIK”  Menurut istilah, Mudik adalah kegiatan perantau / pekerja migran untuk kembali ke kampung halamannya. Kata mudik berasal dari sandi kata Bahasa Jawa ngoko yaitu mulih dilik yang berarti pulang sebentar. Mudik di Indonesia identik dengan tradisi tahunan yang terjadi menjelang hari raya besar keagamaan misalnya menjelang lebaran. Pada saat itulah ada kesempatan untuk berkumpul dengan sanak saudara yang tersebar di perantauan, selain tentunya juga sowan dengan orang tua.  Namun tradisi mudik lebaran kini tidak lagi sekadar ajang silaturahmi, tetapi sudah menjadi ajang pamer keberhasilan materi. Mereka yang sukses dan berlimpah materi, memperlihatkan gengsi sebagai ekspresi wah, melampaui mereka yang kalah.  Perilaku pamer status sosial tersebut ditandai dengan pamer kendaraan, baju baru lengkap dengan pernak-pernik perhiasan dan lainnya.

Penampilan masyarakat yang mudik dengan memamerkan status sosial itu adalah untuk memperlihatkan kepada keluarga atau pada kalangan kerabat dan masyarakat bahwa status sosial mereka meningkat karena dinilai telah sukses di rantau.  Namun ironisnya, justru banyak penampilan mereka yang `kamuflase` atau mengelabui orang ditandai antara lain dengan membawa kendaraan pribadi (kendati dirental), baju baru dan lainnya.

Sebagai contoh, menjelang  lebaran  usaha persewaan (rental) mobil laris manis. Bahkan ada penyewa  yang tiap tahun selalu meminta agar mobil yang disewanya  warna catnya tidak diganti, jenis mobil tersebut harus sama. Permintaan sewa mobil dengan persyaratan demikian, katanya, penting untuk mengesankan mereka telah memiliki kendaraan sendiri sekaligus menjaga citra bahwa dirinya sukses dirantau.

Contoh lainnya, yang dirantau justru berbondong-bondong ke bank atau ke kantor pos mengirimkan wesel atau belanja lebaran untuk keluarga di kampung, kendati uang yang dikirim Rp 500 hingga Rp 1 juta . Perilaku ini juga memamerkan bahwa mereka telah sukses di rantau hingga berhasil mengirimkan belanja. Sebaliknya bagi orang di kampung pergi ke kantor pos untuk mengambil kiriman belanja lebaran tentu akan bangga dan menceritakan pada orang lainnya bahwa keluarganya dirantau telah sukses hingga berhasil mengirimkan uang

Dari beberapa pemaparan diatas tersirat bahwa kebiasaan mudik selama ini lumayan bergeser dari makna awalnya, yakni bersilaturahmi. Adanya perasaan gengsi atau tidak mau kalah dengan kesuksesan yang diraih saudara atau teman di kampung halaman bisa menjadi salah satu pemicu bahwa persepsi mudik selama ini selalu identik dengan ajang pamer kesuksesan, meskipun tentunya masih banyak pula para pemudik lainnya yang memang mudik karena rindu dengan sanak keluarga dan lebih mementingkan silaturahmi daripada sekedar menjadi ajang pamer semata. 

Tradisi mudik seperti sekarang inilah yang terkadang membuat saya malas untuk ikut mudik merayakan lebaran bersama dengan keluarga besar. Disamping saya belum punya apa-apa yang bisa dibanggakan dihadapan keluarga, melihat beberapa saudara yang selalu dengan gadget barunya, tablet, ipad keluaran terbaru sedangkan saya tidak pernah mengganti handphone jika handphone saya tidak rusak terkadang menjadi beban psikis tersendiri.  

Akan lebih baik bagi kita bersama jika mudik yang pada awalnya memiliki tujuan mulia, yakni untuk saling bersilaturahmi kembali diarahkan ke tujuan semula. Para pemudik jangan lagi mempunyai pikiran bahwa mereka harus membawa sesuatu yang baru setiap kali mudik. Melainkan para pemudik haruslah bersikap apa adanya saja, apabila ada kelebihan finansial tidak salahnya membawakan oleh-oleh buat keluarga yang nantinya bisa membuat mereka senang. Tetapi apabila keadaan finansial kurang menguntungkan nggak usah deh memaksakan diri, pastinya keluarga di desa juga akan mengerti dan mereka sebenarnya juga hanya ingin berkumpul dan bersilaturahmi di hari raya Idul Fitri. 

Keluarga di kampung halaman bakal masih mengakui kita sebagai keluarga kok meskipun datang tidak "bermewah-mewah"