Sunday, October 30, 2016

hitsuke.blogspot.com

Nikah atau S2 (Sebelum Lanjut S2 tanyakan 3 Hal ini pada dirimu)

Beberapa hari yang lalu saya membaca beberapa ulasan tentang pendidikan Pasca Sarjana. Sebenarnya hanya iseng-iseng saja membacanya, namun ada ulasan yang menarik yang tidak berkaitan dengan tips-tips untuk mendapatkan beasiswa dan sebagainya. Ulasan tersebut sangatlah mengena. Tidak ada formula khusus untuk sukses. Seseorang bisa sukses dengan berbagai cara, tidak semata-mata harus kuliah S2, oleh karena itu bangun kesadaranmu terlebih dahullu sebelum menentukan langkah yang kamu ambil. Begitulah bunyi ulasan yang sangat menohok idealis dan ego saya, karena memang memang benar adanya.
Dalam konteks menentukan pendidikan pascasarjana terkadang kita memulai dengan menentukan universitasnya dahulu, bukan menentukan apa yang kita cari atau yang kita butuhkan. Resikonya adalah salah memilih langkah.

Konsep sederhana yang direkomendasikan oleh Simon Sinek yaitu Golden Circle Why - How - What. 
Langkah pertama untuk memulai dalam pengambilan keputusan adalah WHY, Mengapa kita membutuhkan pendidikan pascasarjana dengan jurusan X di universitas Y Pertanyaan selanjutnya adalah HOW, Bagaimana cara kita menjawab pertanyaan pertama yang merupakan pertanyaan besar sebagai penentu pertanyaan selanjutnya. Kemudian yang terakhir adalah WHAT, Apa aspirasi karier untuk lima tahun kedepan, apakah harus dengan menempuh pendidikan pascasarjana untuk mencapainya.

Saya mulai menyusun pertanyaan yang menurut saya dapat membantu dalam menemukan jawaban lebih dari sekedar jawaban iseng atau untuk mengisi waktu luang dan sebagainya. 

1. Apa aspirasi karier dalam kurun 5 tahun kedepan, apakah harus ditempuh dengan pendidikan pascasarjana untuk mencapainya?
Pertanyaan ini merupakan pertanyaan kritis menurut saya, karena pertama, bisa jadi untuk mencapai aspirasi karier ternyata harus menempuh pendidikan pascasarjana. Misalnya untuk yang ingin berkarier sebagai seorang dosen sudah pasti dan diharuskan untuk menempuh pendidikan pascasarjana. Jika itu kenyataannya, tidak perlu repot-repot memikirkan universitas dan jurusan atau mempersiapkan recommendation letter. Kedua, pertanyaan ini sangat membantu untuk berpikir karier seperti apakah yang dibutuhkan dan apakah karier tersebut realistis. Alasan kedua tersebut terinspirasi dari seorang teman yang sempat berkeluh kesah perihal karier. Ia bercerita bahwa ia memilih jurusan X dikampus Y karena ingin bekerja sebagai A. Namun ternyata karier sebagai A tidak memungkinkan baginya karena dinilai tidak linnier, dan ia baru mengetahuinya setelah berkecimpung di dalamnya. Jika ia ingin meneruskan berkarir sebagai A, mau tidak mau ia harus memilih, menempuh pendidikan sarjana yang sama dengan pascasarjananya atau mengambil pascasarjana lagi yang sesuai dengan pendidikan sarjananya. Tentunya lebih baik jika hal tersebut dihindari.

2. Bila pendidikan pascasarjana merupakan langkah yang harus saya ambil, jurusan apakah yang sebaiknya saya pilih?
Jurusan di pascasarjana memang sangat spesifik, sebagai contoh jika ingin berkarier di farmasi, kita harus menentukan apakah jurusan farmakologi, farmasi klinik, bahan alam atau teknologi farmasi, jika ingin berkarier di bidang hukum, kita harus menentukan apakah akan berada pada jurusan hukum pidana, hukum perdata, hukum bisnis, hukum tata negara, hukum administrasi publik, hukum administrasi negara, hukum kesehatan, atau hukum ketenagakerjaan yang paling cocok untuk mendukung karier kita. Jawabannya akan sangat beragam dari satu orang denngan orang yang lain karena dalam bidang farmasi maupun hukum mereka pun perlu menentukan karier seperti apa yang diinginkan.

3. Universitas mana yang memiliki jurusan yang paling cocok dengan aspirasi karier kita?
Ini juga pertanyaan yang susah karena kita sering terjebak dengan reputasi universitas dan finansial. Banyak orang berbondong-bondong ingin kuliah di UGM, Undip, UNS dan lain sebagainya.

Bagi saya pribadi, pendidikan pascasarjana itu ibarat memilih satu persimpangan jalan dan menekuninya sampai ujung. Memang betul saat ini saya masih bisa bekerja di bidang di luar pendidikan pascasarjana saya, namun alangkah baiknya jika bidang yang kita pilih sejalan dengan karier kita kelak. Godaan memang besar namun ada baiknya kita tetap bijaksana dalam membuat keputusan penting untuk hidup kita, masa depan kita. So, sebelum lanjut S2 jangan lupa tanyakan 3 hal tersebut dalam diri Anda.

Friday, October 7, 2016

hitsuke.blogspot.com

Etika Seorang Wanita Bersahabat dengan Pria Beristri

Memasuki usia yang "cukup" , banyak diantara kita yang mungkin sudah tidak sendiri lagi. Sudah ada seorang Pria atau Wanita yang mendampingi kita. Namun apakah persahabatan harus terhenti ketika kita memutuskan untuk mengakhiri masa sendiri kita? Tentu saja jawabnya "Tidak".  Akan tetapi berbicara mengenai masalah persahabatan dengan lain jenis jika tidak menjaga etika dan batas-batas syariat sangat riksan berkembang menjadi "perselingkuhan". Secara naluri, setiap wanita yang sudah berumah tangga pasti akan merasakan kekecewaan dan bahkan tersakiti oleh sesuatu yang bernama perselingkuhan tersebut. Selingkuh bukan berarti suami memiliki pacar atau orang spesial diluar sepengetahuan istrinya, tetapi juga bersahabat dengan teman wanitanya tanpa ada batasan-batasan yang sesuai dengan syariatnya.

Menjalin persahabatan dengan lawan jenis memang bukanlah suatu perkara yang dilarang atau diharamkan, karena dalam pergaulan dan bersosialisasi pastinya ada interaksi antara laki-laki dan perempuan. Namun jika yang menjadi sahabat kita adalah pria yang sudah beristri, tentulah kita harus menjaga sikap dan beretika sesuai dengan aturannya.

Bagi para remaja yang masih sangat idealis dengan pemikirannya pasti akan melontarkan pertanyaan, 'bagaimana jika persahabatan itu sudah terjalin bertahun-tahun, bahkan kita sudah bersahabat sebelum dia mengenal istrinya?' Apapun alasannya, semuanya tetap akan berubah ketika sahabat pria mu itu telah mempunyai istri. Semua tidak lagi sama dan akan berbeda dari sebelumnya. 

Nah perlu pembaca Kompasiana ketahui, terutama bagi yang masih single dan masih sangat idealis yang mungkin belum tahu bagaimana perasaan seorang wanita ketika suaminya chatting-an yang menurutnya tidak penting-penting banget dan di waktu yang tidak tepat, bahwa sebenarnya tidak ada persahabatan intens lawan jenis setelah adanya sebuah pernikahan. Karena tidak pantas lagi jika kamu membutuhkan pertolongan sahabatmu setiap kali ada masalah atau sedang kesepian dengan sering menghubungi atau menelponnya, menemuinya, memintanya untuk datang membantumu. Yaah, walaupun sekedar online bareng atau telponan. Kalo ga penting-penting amat mendingan jangan deh, percayalah ada hati yang tersakiti dibelakang sikap atau chatting-anmu itu 

Dalam agama apapun pasti ada batasan-batasan  pergaulan antara laki-laki dan perempuan terutama bagi yang sudah berkeluarga demi menjaga keutuhan dan keharmonisan rumah tangga. Berikut adalah beberapa hal terkait etika yang sebaiknya dijaga ketika bersahabat dengan pria yang sudah beristri :

Berhubungan Intens di Ruang Chatting, meskipun secara fisik tidak berduaan dengan jarak yang dekat, tetapi berduaan di ruang chat baik BBM, WhatsApp, Messenger, Line dan lain sebagainya juga memiliki bahaya yang sama. Sama seperti halnya ngobrol berdua tanpa ada pihak ketiga. Sehingga hal ini sangat berbahaya, terlebih jika setiap kali chat, segera end chat agar tidak diketahui orang lain terutama pasangannya. Hal ini akan menimbulkan banyak kecurigaan dan negative thinking. Berbeda jika isi atau topik pembicaraan seputar pentingnya pekerjaan, ilmu, tugas, dan sebangsanya itu diperbolehkan . Tetapi jika hanya sekedar iseng, say hello, bersenda gurau, sekedar membalas PM (Personal Message) di sosmed atau saling balas-balasan komentar, yang pada akhirnya berujung pada kenyamanan dan ketergantungan haruslah dihindari. Jika suatu hari istrinya mengetahui hal itu, pasti akan sangat melukai hatinya dan menghilangkan kepercayaannya pada kita dan suaminya. Karena kita ataupun suaminya telah merusak kepercayaannya. Sehingga hal itu akan berdampak buruk kepada kita sendiri.

Tidak Sering Berduaan, di dalam ajaran Islam, berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya saja itu dilarang dan berdosa, apalagi berduaan dengan lawan jenis yang sudah berstatus suami orang. Jangan mentang-mentang kita telah bersahabat sejak kecil dan sudah terbiasa seperti kakak-adik, sudah sangat nyaman dalam urusan ngobrol, jalan berdua, kemana-mana berdua sampai terbiasa gelendotan, INGAT, ketika sahabat pria mu sudah menikah, berarti kita sebagai sahabatnya harus sadar diri dan wajib merubah segala sikap yang dapat menimbulkan fitnah dan dosa. Sadari bahwa istrinya sudah pasti merasa tidak nyaman dengan kedekatan kalian berdua, apalagi dalam Islam pun memang dilarang melakukan khalwat dengan yang bukan mahromnya. Dan tidak ada persahabatan antara laki-laki dan perempuan dengan kedekatan yang cukupintens kecuali di dalamnya terdapat benih-benih rasa.
Berbicara dan Berbusana Sopan,bagi sebagian orang mungkin hal wajar jika berbicara lembut, manja, dan berbusana seksi. Namun tidak bagi seorang Muslimah, atau seorang wanita yang berakhlak.  Jika berbicara atau ngobrol bersama laki-laki (sahabat atau suami orang) hendaknya jangan bernada yang dapat menimbulkan daya tarik terutama juga penampilan dan gaya busana. Hal ini perlu diperhatikan. Jangan sampai semua hal itu merusak pikiran laki-laki yang sedang bersama dengan kita. Tidak ada pengecualian kepada sahabat. Siapapun itu, jika dia termasuk makhluk yang bernama laki-laki, jaga sikap dan bicara kita. Karena sikap, busana dan cara berbicara kita mencerminkan "kelas kepribadian" kita, peperti pepatah jawa mengatakan "Ajining diri dumunung aneng lathi, ajining raga ana ing busana"

Jaga Jarak, menjaga jarak seperti mengurangi intensitas kedekatan bukan berarti harus dengan sikap bermusuhan.  Yang benar adalah mengurangi frekuensi pertemuan yang tidak terlalu penting, mengurangi komunikasi, senda gurau, jalan bareng dan jangan ada lagi pertemuan yang hanya berdua saja, juga tidak ada lagi kirim-kirim pesan baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan. Hal ini bukan berarti bermusuhan, melainkan menghentikan total bentuk-bentuk hubungan yang bersifat intim dan pribadi. Jika ada waktu yang tepat untuk bertemu, maka ajaklah istrinya untuk ikut bergabung. Tidak ada lagi kesempatan hanya untuk kita, meskipun bersama dengan teman-temanyang lainnya. Karena saat ini sudah ada penghalang antara kita dengan sahabat pria kita.
Foto Berdua, secara etika, foto berduaan antara wanita dan pria yang sudah beristri, apalagi dengan gaya yang sangat akrab tentu saja akan menyakiti perasaan istrinya. Hal yang cukup terlihat sepele namun ini tidak mustahil dapat meretakkan keharmonisan rumah tangga sahabat pria kita.

Hormati dan Hargai Istrinya Dengan Menjaga Sikap, komitmen dalam pernikahan itu bukanlah perkara main-main. Bila sahabat pria itu masih menghubungi kita, mengajak jalan atau sekadar makan bareng berdua, itu artinya kita harus mulai membatasi hubungan persahabatan dengannya. Bagaimana pun kita harus menghormati dan menjaga perasaan istrinya. Terlebih bila istrinya sudah mengetahui persahabatan kalian. Hindari berbuat hal yang bisa membuat istrinya curiga dan berprasangka buruk melihat keakraban kita dengan suaminya. Dan jika kita  masih single,  jika sering terllihat jalat berdua dengan sahabat pria kita akan menjauhkan kita dari jodoh yang baik.

Dekatilah IstrinyaKatanya sahabat pria itu lebih mengasyikkan, lebih asyik diajak ngobrol, lebih seru diajak hang out, lebih nyaman diajak curhat dan lain sebagainya. Namun ingatlah ketika ia telah beristri, itu tandanya kitajuga harus mendekati istrinya. Mendekati istrinya disini bukan dengan maksud "menusuk" dari belakang lho, karena banyak terjadi dengan alih-alih sahabat tetapi ternyata lima tahun kemudian akhirnya mengantikan posisi istrinya (naudzubillahminzalik). Mendekati istrinya yang disini yang dimaksudkan adalah Jika ada keperluan apapun kepada sahabat priamu, maka tanyakanlah terlebih dulu pada istrinya. Misalnya, saat kita ingin bertanya sesuatu, maka tanyakanlah terlebih dahulu pada istrinya, jika istrinya tidak tahu maka ia akan bertanya pada suaminya lalu menyampaikannya pada kita,

Sahabat pembaca kompasiana, berteman baik dengan laki-laki itu tidak dilarang, yang dilarang jika pertemanan atau persahabatan itu dapat merusak hubungan baik yang dibangun susah payah oleh sahabat bersama keluarganya. Memang terkadang persahabatan yang bukan muhrim bisa disalahartikan, padahal hanya sekedar teman biasa, namun karena seringnya berkomunikasi, banyak waktu dihabiskan bersama dan cukup perhatian justru membahayakan. Oleh karenanya, sebagai wanita kita harus bisa menjaga hati agar tidak ada orang yang tersakiti karena tingkah dan perilaku kita.
Nah itulah beberapa point penting tentang etika yang menjadi batasan interaksi wanita dengan pria yang sudah beristri. Meskipun saat ini kita berada di arus pergaulan bebas yang amat deras, semoga kita semua tetap senantiasa dapat menjaga silaturahmi dengan baik dan sesuai dengan syariat Islam. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua para pembaca. Amiin