Sunday, December 27, 2020

hitsuke.blogspot.com

Alasan Perempuan Lebih Berhati-hati dalam Berbisnis

hitsuke.blogspot.com

Ada Luka Dibalik Pertanyaan "Kapan Nikah"

Memasuki usia yang cukup untuk menikah, baik laki-laki maupun perempuan yang masih melajang pasti sering ditanya "kapan nikah".  Tak jarang pertanyaan ini dapat mengganggu pikiran dan membuat tertekan. Ajang kumpul keluarga maupun teman lama biasanya tidak lepas dari pertanyaan "kapan nikah?", "kapan nyusul?", "mana calonnya?", "kebanyakan milih-milih sih..." dan sebagainya. Alij-alih menaruh perhatian pada yang ditanya, pertanyaan-pertanyaan itu dianggap wajar dan dengan entengnya dilayangkan kepada kerabat atau teman yang terlihat masih sendiri. Itulah sebabnya mengapa Saya menghindari ajang kumpul-kumpul maupun reuni.

Menurut Psikolog Klinis dan sexuality Educator, Ines Kristanti, M.Psi., Psikolog, perhatikan bagaimana konteks orang menanyakan kepada Kita. Selain itu pikirkan juga apa tujuan yang ingin mereka mau atas pertanyaan tersebut. Bisa jadi pertanyaan-pertanyaan sejenis memang murni sebagai bentuk perhatian saat melihat teman atau kerabat yang belum melepas masa lajang. Bisa juga mereka  menanyakannya sebatas candaan iseng atau ingin tahu alias kepo. 

Namun, yang sering kali tidak disadari adalah  dampak psikologis dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pernahkah terpikirkan bahwa mereka yang belum menikah sebenarnya merasa sedih dalam hatinya karena tidak kunjung dipertemukan dengan jodohnya, dan pertanyaan "kapan nikah" justru menambah kesedihannya, menambah beban pikirannya. Cobalah untuk menempatkan diri di posisi mereka. 

Memang, ada beberapa jawaban yang bisa diberikan. Mulai dari jaawaban logis sampai jawaban sadis. Namun alangkah lebih baik menjawab dengan jawaban yang baik-baik dan sarat dengan doa. Siapa tahu ada malaikat lewat dan menyampaikannya kepada Allah sehingga doamu segera terkabul. 

Saat ini yang terpenting adalah menata kembali hatimu agar bisa menerima kehadiran calon pasangan. Ikhlaskanlah luka yang telah lalu. Saat kita telah mengikhlaskan apa yang telah terjadi pada diri kita, berdamai dengan diri sendiri, menerima diri apa adanya dan bersyukur, maka pada saat itulah kita mulai menemukan kebahagiaan diri kita. 

Tak dapat dipungkiri , dalam konsensus umum negara kita, perempuan akan dianggap “enggak laku atau terlalu selektif” ketika belum menikah di usia 30 tahun. Jika batas waktunya tiba, bersiap-siaplah diberondong pertanyaan “kapan nikah?”. Meskipun awalnya Saya termasuk orang yang tidak pernah ambil pusing dengan stereotip  tersebut dan sudah 'kebal' dengan pertanyaan "kapan nikah?" saja sempat berpikir untuk 'lari' ke Jakarta dimana masih banyak teman Saya yang berusia lebih dari 30 tahun dan masih melajang dapat dengan tenang menjalani kehidupannya tanpa diribeti pertanyaan "kapan nikah?".

Konsensus sosial membentuk standar kebahagiaan yang berbeda bagi perempuan. Mereka dituntut menikah cepat dan punya anak untuk bisa dapat predikat 'bahagia'. Sementara standar yang sama tidak disematkan kepada laki-laki. Amat jarang bagi laki-laki mendapat komentar nyinyir soal pernikahan di umur yang menginjak kepala tiga. Laki-laki lebih sering ditanya soal jabatan, atau pekerjaan, sesuatu hal yang bisa diusahakan. Pertanyaan yang sama tidak berlaku untuk perempuan. Mereka dilihat dari hal-hal yang kadang mereka sendiri tak punya kuasa untuk memperjuangkannya. Setinggi apa pun jabatan dan prestasi perempuan, mereka akan tetap ditanya soal nikah dan anak :( 

Saya kadang berpikir, sia-sia perjuangan Kartini kalau masih ada orang yang berpikir seperti itu. Apalagi sesama perempuan. Masak sebagai perempuan tidak boleh untuk bercita-cita setinggi-tingginya? bermimpi setinggi-tingginya? (jadi Bupati misalnya :D ups....)

Ketika mendapatkan pertanyaan-peertanyaan tersebut, Saya enggan untuk menjawab. Saya memilih jawaban sadis dan sarkas seperti, "mau nyumbang berapa nanya-nanya kapan nikah?", atau "pangeran berkuda putihnya lagi kena macet" dan lain sebagainya. Tetapi Saya juga melihat siapa yang bertanya. Jika yang bertanya Tante, Om, Pakde lebih baik Saya tidak menjawab daripada dianggap nggak sopan. :D 

Semoga, orang-orang yang sering tanya ‘kapan’, sadar bahwa pertanyaan itu unfaedah. Kecuali benar-benar peduli dan mau membantu menemukan pasangan atau menyumbang untuk biaya pernikahan, itu beda urusan. Tapi kalau hanya untuk basa-basi atau sekadar penasaran, lebih baik stop saja lah.

Salah satu penyebab tingginya angka perceraian di Indonesia adalah menikah muda tanpa kesiapan psikologis. Jangan jadi penyebab angka ini bertambah tinggi dengan terus-terusan bertanya, “Kapan nikah?” dan sebagainya. Satu hal yang jadi perhatian saya adalah mengapa orang-orang tidak menanyakan hal yang sama saat menghadiri pemakaman. Tidak ada satupun dari pelayat yang hadir melontarkan pertanyaan, “kapan mau nyusul dikubur?”. Oke, mungkin itu pertanyaan yang tidak sopan. Tapi, apakah pertanyaan “kapan nikah” itu sopan? Bukankah rezeki, jodoh dan maut sama-sama rahasia Allah? Lalu kenapa kita hanya kepo soal urusan pernikahan dan keturunan orang lain tapi tidak soal kematian? 

Kita tidak pernah tahu mengapa seseorang tak kunjung menikah. Bisa saja karena ada trauma, masih banyak tanggungan, masih ada mimpi yang belum dicapai, masih ingin keliling dunia, dan sebagainya. Atau bisa saja mereka telah berikhtiar semakismal mungkin namun belum mendapat kepercayaan dari Allah. Semua pertanyaan berbau “kapan” sama sekali tidak membantu, namun justru bisa menambah beban. Bahkan, bisa jadi pertanyaan tersebut merenggangkan tali silaturahmi. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik dan jika tidak baik, maka diamlah.” Diam saja dan tidak kepo tentang urusan pribadi orang lain justru lebih baik daripada berkata-kata namun menyakiti.  Walau mungkin pertanyaan “kapan nikah” dan sejenisnya merupakan bentuk perhatian dan kasih sayang, namun seringkali kita tak sadar bahwa ada luka di balik itu. 

So, daripada melontarkan pertanyaan “kapan nikah” dan kapan-kapan yang lain yang ujung-ujungnya bisa melukai hati, akan lebih baik apabila kita mendoakan mereka saja. “Semoga Allah mendekatkan jodohmu” atau “semoga Allah melancarkan rezekimu.” Doa-doa seperti ini tentu lebih enak didengar daripada pertanyaan bernada menodong atau menuntut. Dan, yang pasti, tidak ada hati yang terluka saat mendengarnya. ;)

Sunday, June 28, 2020

hitsuke.blogspot.com

Selamat Datang di "New Normal", Ayo ambil peluang

Jika Lockdown dan PSBB yang dilakukan Indonesia tidak berhasil, untuk menyelamatkan perekonomian kemungkinan akan diberlakukan Herd Immunity, yang artinya menyerahkan rakyat pada seleksi alam.
Saat ini Kita dan Pemerintah sama-sama dihadapkan pada ketidakpastian, tidak pasti kapan virus corona akan berakhir, tidak pasti kapan Kita bisa kembali beraktifitas seperti sediakala. Dan sebagian orang merasa tidak pasti apakah setelah virus corona berakhir, mereka masih bisa mendapatkan pekerjaan dan penghasilan seperti sebelumnya.
Banyak ketidakpastian yang harus Kita hadapi. Disatu sisi Virus Corona telah merubah banyak hal di Kehidupan Kita tanpa Kita sadari. Virus Corona tidak hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga berdampak pada sektor ekonomi dan sosial. Jika Kita tidak mampu beradaptasi dengan perubahan ini, maka Kita akan masuk ke dalam golongan orang yang merugi dan tertinggal. Kebiasan-kebiasaan baru ini akan dikenal dengan istilah "New Normal".
Jika Kita tetap bertahan dan ingin selamat dari pandemi ini, sebaiknya persiapkan diri untuk beradaptasi dan menjalankan "New Normal".
Apa saja yang termasuk dalam prediksi "New Normal"?
1. Kesehatan dan Kebersihan
Kesehatan dan kebersihan akan menjadi komoditas nomor satu. Ketakutan orang-orang akan terserang virus membuat semua orang kini semakin ketat menjaga kesehatan dan kebersihan. Jika Kita ke luar rumah, di jalan-jalan, di warung-warung, rumah makan dan mall banyak Kita temui wastafel dadakan dimana-mana. Hand sanitizer menjadi barang yang paling dicari. Orang-orang mengenakan masker kemana-mana. Vitamin dan jamu menjadi yang paling banyak dikonsumsi selain makanan pokok. Sebelum bepergian, orang akan dicek terlebih dahul suhu tubuhnya dan tidak akan diijinkan melanjutkan perjalanan jika terindikasi tidak sehat. Tidak menutup kemungkinan, kedepannya orang akan diwajibkan membawa dokumen pribadi saat bepergian. Atau bisa jadi sistem pelacakan kesehatan terminal transportasi umum seperti bandara, dan stasiun akan menjadi lebih praktis dan mudah.
2. Online
Selama pandemi ini, dengan diberlakukannya Work For Home, orang banyak yang bekerja secara online. Online Meeting menjadi tren yang terus meningkat selama pandemi. Setelah merasakan praktisnya meeting online, ke depan orang bisa-bisa merasa tidak perlu menyewa kantor lagi untuk tempat karyawan bekerja. Karyawan bisa bekerja darimana saja asalkan mereka terus online. Mereka bisa bekerja dari rumah, dari hotel, dari kampung halaman, di tepi pantai dan dimana saja. Asalkan ada jaringan internet yang memadahi dan kencang kerja online tidak perlu jadi masalah.
3. Menurunnya Persewaan Kantor
Karena karyawan sekarang bisa bekerja darimana saja, tentunya imbasnya pada persewaan kantor. Harga sewa kantor yang mahal menjadi beban bagi pengusaha. Dengan terbiasanya bekerja online, Pengusaha bisa mengurangi sewa kantor tanpa mengurangi produktifitas perusahaan. Jika dulu harus menyewa satu gedung/ruko untuk perusahaan, kini pengusaha bisa mengurangi biaya dengan menyewa sebagian kecil dari ruko/gedung. Ke depan kemunginan akan semakin menjamur bisnis-bisnis persewaan kantor gabungan, dimana dalam satu gedung/ruko terdapat kantor kecil-kecil yang disewakan dengan harga murah.
4. Banyaknya PHK dan Pengurangan Gaji
Dengan terbiasanya bekerja online, Pengusaha pasti akan berpikir untuk melakukan efisiensi. Progress kerja disetorkan dan dinilai secara online. Dari sini Pengusaha akan mendapatkan gambaran dari sektor mana saja di perusahaannya yang tidak efektif dan boros. Jika tiga pekerjaan bisa dikerjakan bisa dikerjakan oleh satu karyawan sekaligus, maka alih-alih mempekerjakan tiga orang karyawan, Pengusaha akan memecat dua karyawan dan memampatkan pekerjaan dalam satu karyawan saja. Ini juga akan berimbas pada gaji karyawan. Karena bisa bekerja online darimana saja, Pengusaha jadi bisa memangkas gaji untuk efektifitas. Kelihatannya kejam, tapi disisi lain karena orang bebas bekerja darimana saja dengan jam kerja yang tidak terikatorang jadi bisa menerima job lain juga. Maka kemungkinan setelah pandemi, Kita akan menemua orang yang bekerja di 2-3 perusahaan sekaligus.
Orang yang bisa memenangkan situasi ini adalah orang yang LINCAH, mampu BERADAPTASI dengan cepat terhadap TEKNOLOGI dan pintar MENGAMBIL PELUANG. Orang yang malas dan suka mengeluh akan TERTINGGAL di belakang. Mereka hanya bisa mengumpat Pengusaha karena telah memecatnya tapi mereka juga tidak bisa memperbaiki kehidupannya karena tidak mau beradaptasi
5. Meninggalkan Kota Besar
Karena terbiasa bekerja secara online dan tidak perlu datang ke kantor, lama kelamaan orang akan meninggalkan kota besar yang penuh dengan kemacetan. Mereka mulai memburu rumah-rumah di pinggiran kota atau bahkan di kota yang lebih kecil dengan harga yang lebih murah namun pemandangannya lebih baik daripada di kota besar. Mereka akan menciptakan ruang yang nyaman untuk bekerja sambil menikmati bersihnya udara dan pemandangan yang indah di luar rumah.
6. Belanja dan Bisnis Online
Belanja online akan menggeser kebutuhan di mall / supermarket. Selama pandemi, Kita telah dipaksa benar-benar melakukan apapun dengan SERBA ONLINE bahkan belli sayur dan lauk pun kini sudah bisa dilakukan secara online. Jangan heran nanti akan muncul semakin banyak toko online dan aplikasi yang menjual beragam kebutuhan manusia. Jangan heran jika nanti supermarket dan pasar menjadi tempat mangkalnya kurir dan ojek online, karena merekalah yang bertugas mengantarkan belanja orang-orang ke rumah. Bisnis online akan sangat menjamur. Bahkan kemungkinan pebisnis offline pun akan banyak yang berbondong-bondong memindahkan toko mereka ke dunia online. Pebisnis offline yang tidak mampu mengikuti perubahan ini akan mati secara perlahan-lahan.
7. Munculnya Tren Digital Nomad
Bosan dikurung berbulan-bulan di rumah membuat sebagian orang untuk bekerja online lebih keras dan mengumpulkan uang untuk liburan setelah covid-19 ini berakhir. Jika dulu Kita sering kesal karena sulit liburan karena jadwal kerja yang padat, akibat pandemi ini Kita jadi bisa bekerja online darimana saja. Daripada bosan di rumah, Kita bisa menghemat uang dan bekerja keras untuk dapat menghabiskan waktu di hotel-hotel yang nyaman di daerah wisata impian. Jika dulu sektor pariwisata dijejali dengan orang-orang yang butuh liburan, setelah pandemi akan banyak kita temui orang yang melakukan kerja sekaligus liburan dalam waktu yang bersamaan. Maka jika dulu tren digital nomad hanya dilakukan oleh milenial-millenial barat, tak menutup kemungkinan setelah pandemi ini millenial-millenial Indonesia akan mengalami hal serupa.
8. Uang Digital akan mengalahkan Uang Kertas dan Uang Koin
Sadar bahwa uang kertas dan uang koin menjadi penyebab penularan virus, orang kini mulai beralih ke uang digital. Dompet digital seperti GOPAY, DANA, OVO, LINKAJA, dan lainnya akan menjadi primadona orang-orang untuk melakukan pembayaran. Bank-bank konvensional akan banyak menjerit karena akan kalah jumlah nasabah dengan dompet digital. Jika dulu satu orang bisa menyimpan uangnya dalam beberapa rekening Bank, misalnya BCA untuk operasional keperluan sehari-hari, Mandiri untuk transferan gaji, Niaga untuk tabungan, BNI untuk dana cadangan, ke depan bank-bank ini akan ditinggalkan oleh orang-orang. Orang cukup memiliki satu bank saja sebagai tempat cadangan uang dan mereka mulai membagi pos-pos pengeluaran mereka ke dompet-dompet digital yang tersedia. Dompet digital ini murah tanpa biaya bulanan seperti bank konvensional dan memiliki biaya administrasi transaksi yang lebih murah dibandingkan dengan bank konvensional.
9. Muncul oraang-oranng degan pemikiran baru yang membuat banyak perubahan
Pandemi Covid-19 memaksa orang untuk berdiam di rumah. Untuk mengatasi kebosanan, meningkatkan intensitas membaca dan menonton. Maka tidak heran setelah pandemi ini akan muncul orang-orang dengan pemikiran luar bisas dan bisa membuat perubahan bagi orang-orang di sekitarnya. Karena selama pandemi ini mereka jadi punya banyak waktu untuk membaca dan mencari informasi sehingga muncullah orang-orang yang memiliki pemikiran kritis yang sebelumnya tidak pernah kita temui.
Seperti telah dikatakan diatas, intinya pandemi covid-19 ini menjadi seleksi alam bagi kita semua. Jika Kita tidak mampu beradaptasi dengan cepat, maka tinggal menunggu waktu saja kita akan menjadi manusia yang tertinggal dan mengalami kerugian. Tetapi jika Kita menjadi manusia yang tanggap terhadap perubahan dan pintar mengambil peluang maka Kita akan menjadi manusia yang bisa melewati pandemi ini dengan aman bahkan mendapatkan keberuntungan. Aamiin... Insya Allah