Sunday, July 8, 2018

hitsuke.blogspot.com

Saya Resign Sebelum Mendapat Pekerjaan Pengganti. Ternyata Pengalaman Ini yang Saya Dapatkan

 Kebaikan yang didapati saat resign sebelum dapat pekerjaan pengganti

Teman / Kerabat  (TK): ​Hey, katanya kamu resign? Emang habis ini mau kemana?​​​
Saya (S) : Hehehe...... Iya nih, belum tahu mau kemana. Belum mulai apply-apply lagi. Ada Tawaran?
​T : Ngajar aja rak wes, jadi Dosen.
​K : Serius? Terus kenapa resign kalau belum dapat pengganti? Mendingan nunggu dulu aja sambil nyari-nyari. Lagian disitu kan sudah enak, ngapain resign segala.

​Bagi penganut paham "yang pasti-pasti saja" mungkin ​​​​​penggalan percakapan di atas sangat asing dan tidak pernah dialami. Namun bagi yang mengikuti  prinsip ​"yang penting ​RESIGN ​dulu, lain-lain pikir keri​​ alias dipikir nanti belakangan" ​tentunya ​​​situasi tersebut sangat familier. Ditambah lagi jika Kita resign pas sebulan atau dua bulan mendekati lebaran. Pasti akan tambah pernyataan, "kenapa nggak habis lebaran aja, biar dapat THR dulu" 

Saya kebetulan termasuk yang golongan kedua. Banyak orang terdekat heran dan terlongo heran saat Saya bilang belum punya pekerjaan lain. Padahal ini bukan kali pertama Saya ​RESIGN sebelum dapat pekerjaan pengganti. Tetapi memang ini pekerjaan terlama Saya dengan posisi dan jobdisk yang lumayan membuat orang tidak percaya Saya BISA dengan mudah memutuskan RESIGN sebelum dapat pekerjaan pengganti. Mungkin herannya orang terdekat sama dengan heran Saya yang sering bertanya-tanya tentang konsep jodoh kali ya. "KOK BISA?"​​ 

Banyak tanggapan pro dan kontra Saya terima saat akhirnya Saya memutuskan untuk TETAP RESIGN meski belum menemukan pekerjaan pengganti. Ada yang pura-pura takjub mengagumi keberanian (atau kenekatan?) Saya. Ada pula yang menganggap Saya gegabah, sombong, pongah, mudah menyerah dan bodoh. (Magister lho, dianggap bodoh hehehe....). Tak jarang mereka menyelipkan beberapa nasehat bahwa lelah dan jenuh dengan pekerjaan itu hal biasa, bergesekan dengan teman kerja itu hal biasa. Tidak seharusnya sampai membuat Saya nekat keluar tanpa rencana yang matang. 

RESIGN tanpa pekerjaan pengganti memang penuh resiko.  Jujur saja, predikat PENGANGGURAN itu memang menyeramkan. Apalagi Saya tidak tahu kapan akan kembali mendapat pekerjaan. Memang sebelum RESIGN sudah ada yang melirik Saya, tetapi dengan berbagai pertimbangan Saya putuskan untuk tidak mengambil kesempatan tersebut. Saya tidak ingin timbul prasangka ada kemelut atau politik di tempat kerja Saya sebelumnnya sehingga Saya memilih tempat lain dengan tawaran posisi dan keahlian yang sama. Beberapa kali RESIGN, Saya mempunyai prinsip bahwa Saya tidak akan masuk ke lingkungan yang sama dengan lingkungan kerja sebelumnya. Misalnya Saya resign dari pabrik, maka Saya tidak akan menerima tawaran kerja atau melamar di Pabrik lagi dengan posisi yang sama. Saya selalu berprinsip, 'Jangan pernah mau punya pekerjaan yang sama selama mungkin. Harus ada peningkatan dan perkaya skill, cari peluang meskipun harus loncat keluar.'

Beberapa kali RESIGN sebelum punya pekerjaan pengganti membuat Saya sangat paham beberapa hal ini : 

  1. Setiap keputusan sudah mengalami pertimbangan yang panjang. Meski diragukan, Saya merasa perlu mengapresiasi keputusan ini.
​Hanya Saya yang tahu kegalauan apa yang diri ini alami setiap kali pulang ​​​ke rumah dengan tubuh lelah. Hanya Saya yang tahu bagaimana akhir pekan menjadi penghiburan yang terindah setelah enam hari mengalami tekanan. Hanya Saya yang tahu situasi yang Saya rasakan di tempat kerja Saya, dan hanya Saya yang tahu, berapa lama batin Saya bergolak, bertanya pada diri sendiri benarkah keputusan yang Saya ambil ini.

Biar saja orang bilang Saya sembrono, gegabah, pongah dan sombong. Satu yang Saya tahu, keputusan ini diambil bukan tanpa pertimbangan atau pergulatan atas segala kebimbangan. Karena itu, Saya merasa perlu untuk mengapresiasi diri sendiri (lebih tepatnya menghibur diri dan membela diri). Butuh keberanian besar untuk mengantarkan surat RESIGN ke meja atasan. Apalagi jika atasan Kita itu sangat sangat baik dan loyal dengan Kita sebagai bawahannya.  

2.  Saya memang harus berpikir "Mau apa sekarang" setiap pagi. 

Lalu apakah hidup Saya damai-damai saja setelah berganti status sebagai "Pengacara" alias Pengangguran tanpa acara? Jelas tidak. Saya masih harus menjawab pertanyaan maha sulit "​sekarang dimana?"​. Setelah RESIGN, Saya harus segera menentukan langkah selanjutnya. Karena bagaimanapun menjadi pengangguran terlalu lama bukan tujuan Saya. Namun sekarang, dengan ketiadaan bebean deadline pekerjaan dan telepon-telepon atasan yang menagih pekerjaan, Saya bisa lebih fokus untuk​​​ menentukan mau apa Saya setelah ini. Saya bisa ​browsing-browsing lowker​ tanpa sembunyi-sembunyi. Saya bisa mendatangi panggilan ​interview​ atau seminar-seminar untuk meningkatkan ​skill ​ tanpa ​​​​​​​​​perlu mengarang sakit atau ada keperluan keluarga untuk bisa hadir.

3. ​Melepaskan diri dari sesuatu butuh jeda untuk menenangkan diri. "Istirahat" dulu di rumah membuat Saya bisa berpikir lebih jernih
Apakah Saya pernah menyesali keputusan Saya? Terkadang, IYA. Apalagi jika dikaitkan dengan ​prestise​, keinginan untuk nonton bioskop atau sekedar nongkrong makan di cafe sementara uang di dompet kian tipis. Namun satu hal yang saya pahami, sembari mencari peluang baru, ini adalah waktu bagi Saya untuk memanjakan diri. Mungkin menyempatkan diri untuk piknik bersama keluarga ke tempat-tempat seru yang selama ini cuma angan-angan saja. Atau sekedar makan malam bersama keluarga mengganti waktu yang selama ini sempat hilang dengan banyaknya pekerjaan. Atau menyalurkan hobbi Saya menulis dan membaca. Hal-hal sederhana semacam itu sudah cukup memberi Saya ruang baru untuk bisa berpikir jernih.

4. Tak punya penghasilan dari pekerjaan tetap memaksa Saya untuk lebih kreatif dan ​ubet. ​Dan ternyata bisa juga Saya begini.

​​​​​​​​Saya adalah  aktor dari film yang Saya sutradarai. Meskipun rejeki, jodoh dan maut telah diatur, namun rejeki itu seperti jodoh yang harus dijemput. Tidak bisa Kita hanya duduk manis kemudian ​simsalabim ​dapat uang segepok. Meskipun banyak kenyataan yang tak sejalan sengan rencana​​​, tapi Saya tidak mau terjebak dalam hidup pengangguran yang bangun pagi tanpa rencana dan tentunya tak punya banyak uang untuk bersenang-senang. Meskipun Saya menganggur, raga Saya di rumah, namun Saya harus bisa tetap menghasilkan uang. Saya harus bisa mencari ​project freelance ​untuk menunjang kehidupan. Mengaku tidak pintar, tapi Alhamdulillah gelar Sarjana Saya dua dan satu Magister. Saya harus bisa mendapatkan ​penghasilan dari ilmu yang Saya pelajari. ​​​​​​Dengan banyaknya waktu yang Saya miliki Saya bisa lebih telaten mengerjakan beberapa ​project freelance berbau akademis yang selama ini Saya pikir Saya tidak bisa mengerjakannya. Dan Alhamdulillah hasilnya lebih dari ketika Saya punya pekerjaan tetap. ​​​

Selain​ project ​freelance  berbau akademis, karena gelar Sarjana Saya ada dua, Saya gunakan keahlian dan gelar sarjana Saya untuk merintis online shop dengan menggunakan platform e-comerce.  Saya bangun kembali online shop dengan menggunakan platform e-comerce yang baru. Saya memang telah mempunyai bisnis online shop, akan tetapi bisnis itu terpaksa berhenti karena deadline pekerjaan yang membuat Saya hampir tidak punya waktu untuk mengurus hal-hal yang berbau pribadi. Tidak berhenti disitu saja, selain online shop yang Saya bangun sendiri, Saya pun dipercaya mengelola online shop yang sedang dirintis oleh teman Saya.

5. Tak terikat waktu 40 jam seminggu senin sampai Sabtu  membuat Saya lebih loyal pada organisasi yang selama ini hanya numpang  nama dan hanya dikenal dari nama.

​​​​​​​​Tak terikat  dengan institusi maupun instansi manapun membuat Saya lebih leluasa  dalam membawa diri. Saya tidak perlu ijin mencuri-curi waktu jam makan  siang untuk menghadiri rapat dengan mengorbankan diri tidak makan siang  karena tidak cukup waktu, atau sering ijin dari perusahaan ketika di  delegasikan oleh organisasi untuk hadir dalam kegiatan-kegiatannya.  Tidak terikat waktu membuat Saya lebih sering untuk datang menampakkan  diri dan menjadi lebih dikenal. Untuk mendapatkan peluang, PINTAR saja  tidak cukup. Memperbanyak RELASI bisa jadi dapat membuka peluang dan  kesempatan baru. Atau bahkan bisa masuk ke 'dunia' baru yang selama ini  tidak pernah Kita bayangkan dapat berada di dalamnya.

Melepaskan  apa yang sudah lama menjadi tumpuan memang tidak pernah mudah. Rasa  takut salah mengambil keputusan  selalu saja ada. Namun Saya mempunyai  prinsip apa yang telah Saya putuskan tidak akan pernah Saya sesali. Saya  meyakini bahwa setiap keputusan selalu ada hikmahnya, termasuk keputusan berhenti bekerja.  Meski orang lain menilai Saya gegabah,  hanya Saya yang benar-benar tahu apa yang terjadi di sana kan?!?

No comments: