Pernikahan di era kapitalisme tidak lagi sakral dengan nuansa cinta dan kasih. Kini berkembang nikah adalah status saja daripada melajang. Bisa dibayangkan betapa nikah menajdi semakin sulit bagi mereka yang belum mapan, padahal gairah seksual mungkin sudah membuncah. Apa yang akan terjadi, jika menikah selalu ditunda dengan alasan kemapanan? ya perjinahan, HTS (Hubungan tanpa status), dan happy funs.
Bukannya aku takut kehilangan kebebasan untuk melakukan apa saja yang diinginkan. Sebelum memutuskan menikah, banyak hal yang menjadi pertimbangan. Aku nggak mau setelah aku menikah nanti aku merasa menyesal karena terlalu cepat mengambil keputusan menikah. Dan aku ingin kelak ketika anakku lahir adalah benar-benar sebagai anak yang memang sudah di nantikan oleh kedua belah pihak keluarga. Anak yang lahir di saat kondisi perekonomian orang tuanya telah mapan. Hal yang menjadi pertimbanganku sebelum memuttuskan untuk menjalin hubungan yang serius menuju jenjang pernikahan antara lain :
Penghasilan tetap. Hampir semua pria beranggapan penghasilan adalah syarat utama untuk bisa membentuk sebuah keluarga. Tetapi bagiku penghasilan tetappun menjadi pertimbangan utamaku untuk siap atau tidaknya menjalin hubungan yang serius dengan pria, karena sebagai wanita aku tidak ingin begitu tergantung kepada kaum pria (pernah punya pengalaman buruk menjalin hubungan dengan pria matre). Sebenarnya, yang penting bagiku bukan berapa banyak jumlah penghasilan, tetapi bagaimana memiliki penghasilan secara rutin setiap bulannya. Itulah mengapa, aku enggan membicarakan pernikahan apalagi memulai hubungan serius bila aku belum yakin dengan pekerjaanku. Sangat riskan bila telah menikah masih harus sibuk pindah dari satu kantor ke kantor lainnya, karena belum menemukan tempat yang tepat.
Menuntaskan pendidikan. Mumpung masih muda, buat apa buru-buru menikah? Bagaimana pun juga, tingkat pendidikan seseorang punya pengaruh cukup besar terhadap perkembangan karirnya. Jadi saat menikah nanti pikiran hanya fokus kepada keluarga dan pekerjaan.
Investasi. Salah satu hal yang aku inginkan sebelum menikah adalah memiliki investasi, agar penghasilan rutin antara aku dan suamiku kelak tidak terpotong untuk biaya operasional rumah. Jadi hanya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak. Syukur-syukur kalau nantinya investasi ini bisa digunakan bila ada kejadian tak terduga, seperti untuk biaya rumah sakit, renovasi rumah, dan sebagainya. Tidak mungkin biaya berobat baru dicari setelah ada yang sakit, bukan?
Home sweet home. Sebenernya ingin juga sich bisa memeiliki rumah sendiri, tapi itu tugas suamiku aja dech yang penting merupakan hasil kerja kerasnya. Lagian ngurus dua rumah aja dah repot, ngapain nambah rumah. Tapi kalo suamiku mau membuatkanku rumahsi kagak nolak o:-) Daripada harus menumpang tinggal bersama orangtua atau tinggal di pondok mertua indah.
Mobil. Jika boleh memilih, aku ingin menikah setelah bisa memiliki mobil. Karena dari kecil aku tidak terbiasa naek angkutan umum, akupun ingin menyediakan angkutan yang layak untuk anak-anakku. Rasanya trenyuh banget kalo liat pasangan muda yang mudik dengan membawa serta anaknya boncengan motor untuk perjalanan yang cukup jauh.
Menikmati kebebasan. Bebas melakukan apa pun yang aku mau, bebas berkumpul dengan teman-teman, bebas pergi kemana pun aku mau. Aku pikir, saat menikah nanti berarti kebebasan yang aku miliki akan hilang. Hidupku tak lagi untuk bersenang-senang, tetapi untuk mengurus suami dan mendidik anak.
1 comment:
yuuk sebelum melepas masa lajang ketahui dulu apa persiapanya
Post a Comment